BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang
bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia
yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari
tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana
sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran
pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang
dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama
sekali kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur
menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam
perekonomian pasar.
Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain :
1. Membuat
peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam
perekonomian pasar.
Secara langsung ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah
dilakukan dengan mendirikan
perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa
jasa dalam kehidupan masyarakat. Contoh:
Perusahaan Air Minum
2. Melaksanakan
kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah
merupakan
kebijakan didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan
pengeluarannya,
sedangkan kebijakan moneter adalah
langkah-langkah yang dijalankan oleh Bank Sentral
untuk mengawasi jumlah uang yang berada di
tangan masyarakat.
Kedua kebijakan ini
merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada
dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada
pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai
keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber
daya untuk membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya
difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan
pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi
kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang
tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah
penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang
domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar
pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan
langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian
nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya ( keuangan) domestik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan
kebijakan fiskal ?
2.
Apa saja tujuan dari kebijakan
fiskal ?
3.
Apa fungsi utama kebijakan fiskal
?
4.
Apa saja konsep-konsep dasar
dalam kebijakan fiskal ?
5.
Sebutkan dan jelaskan macam-macam
kebijakan fiskal ?
6.
Apa pengaruh pajak terhadap
pendapatan dan konsumsi ?
7.
Apa pengaruh pajak terhadap
keseimbangan ekonomi ?
8.
Apa saja resiko dari kebijakan
fiskal ?
9.
Apa yang dimaksud dengan politik
anggaran ?
10. Apa
yang dimaksud elastisitas kebijakan fiskal ?
C.
TUJUAN
MAKALAH :
·
Mengetahui tentang arti dari
kebijakan fiskal itu sendiri
·
Mengetahui tujuan diterapkannya
kebijakan fiskal
·
Mengetahui fungsi utama dari
kebijakan fiskal
·
Mengetahui konsep-konsep dasar
dari kebijakan fiskal
·
Mengetahui macam-macam kebijakan
fiskal
·
Mengetahui pengaruh pajak
terhadap pendapat dan konsumsi
·
Mengetahui pengaruh pajak
terhadap keseimbangan ekonomi
·
Mengetahui resiko dari kebijakan
fiskal
·
Mengetahui definisi dari politik
anggaran
·
Mengetahui definisi dari
elastisitas kebijakan fiskal
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kebijakan Fiskal
Kebijakan
fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola/mengarahkan
perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginakn dengan cara
mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaraan pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal
mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijkan monoter. Perbedaannya terleak
pada intstrumen kebijakannya. Instrumen utama kebijakan fiskal
adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan
pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
- Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
- Pola persebaran sumber daya
- Distribusi pendapatan
Dalam buku teks teori ekonomi makro, penerimaaan
pemerintah diasumsikan berasal dari pajak (tak),
sehingga notasi yang digunakan untuk penerimaan pemerintah adalah T. Sedangkan
notasi untuk pengeluaran pemerintah (goverment
expenditure).
a.
Pajak
Secara hukum,
pajak didefinisikan sebagai iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa
dan legal ( berdasarkan undang-undang ), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan
hukum ( misalnya denda atau kurungan penjara ) untuk menindak wajib pajak yang
tidak memenuhi kewajibannya. Walaupun pajak sifatnya memaksa, pemerintah tidak
mempunyai kewajiban untuk membalas jasa secara langsung kepada para pembayar
pajak.
1.
Klasifikasi Pajak
Ada beberapa
pengklasifikasian pajak yang umumnya digunakan, yaitu pajak objektif dan pajak
subjektif serta pajak langsung dan pajak tidak langsung.
a.
Pajak Objektif : pajak yang
dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak. Misalnya, pajak
pertambahan nilai ( PPN ) dikenakan kepada mereka yang membeli barang atau jasa
kena pajak.
b.
Pajak Subjektif : pajak yang
dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Biasanya bila kemampuan wajib
pajak makin besar maka beban pajaknya makin besar.
c.
Pajak Langsung : pajak yang beban
pajaknya tidak dapat digeser kepada wajib pajak lain (no tax incidence). Jadi, pembayar pajak langsung adalah pembayar
pajak terakhir (last tax payer).
Contoh : Pph ( pajak penghasilan ) dan PBB ( pajak bumi dan bangunan ).
d.
Pajak Tidak Langsung : pajak yang
beban pajaknya dapat digeser kepada wajib pajak yang lain (tax incidence). Contoh : pajak penjualan ( Ppn dan PPnBM ).
2.
Tarif Pajak
Dua jenis
tarif pajak yang paling terkenal adalah :
a.
Pajak Nominal : pajak yang
pengenaannya berdasarkan sejumlah nilai nominal tertentu. Notasi untuk pajak
nominal adalah T ( huruf besar ). Misalnya, bila pengenaan pajak pendapatan sebesar
50, maka ditulis T = 50.
b.
Pajak Persentase : pajak yang
beban pajaknya ditetapkab berdasrakn persentase tertentu dari dasar pengenaan
pajak. Notasi untuk pajak persentase adalah t ( huruf kecil ). Pajak persentase
dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
v Pajak
Proposional : tarif persentasenya tetap. Misalnya, pajak penghasilan dikatakan
proposional bila berapapun besarnya penghasilan, tarif pajaknya tetap 20%.
v Pajak
Progresif : tarifnya makin tinggi bila dasar pengenaan pajaknya makin tinggi.
v Pajak
Regresif : kebalikan dari pajak progresif, tarif pajak justru makin rendah pada
saat penghasilan meningkat.
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana
menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk
meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju
investasi disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga
dapat dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertuntu.
Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan investasi berencana di
sektor public, namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan
tertinggal terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela,
tingkat konsumsi yang tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif
dari masyarakat dinegara tersbut.
Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup,
baik swasta maupun pemerintah. Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan
solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental
yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat
laju investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan
oleh pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi
mobilisasi volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya :
a. control fisik langsung
b. peningkatan tariff
pajak yang ada
c. penerapan pajak baru,
d. surplus dari perusahaan
Negara
e. pinjaman pemerintah yang
tidak bersifat inflationer dan
f. keuangan
deficit.
2. Untuk
mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal
secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan
cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju
pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam
pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan
biaya produksi.
3. Untuk
meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan
dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja
untuk mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta
melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari
pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah
ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah
penduduk.
4. Untuk
meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam
mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan
eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa
boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot
rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang
tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat
penggunaan daya beli tambaha
5. Untuk
menanggulangi inflasi
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah
satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi
dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian
besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
6. Untuk
meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan
pendapatan nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat
dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta
apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan
regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.
3. Fungsi Utama Kebijakan Fiskal
1. Fungsi
Alokasi, yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam
masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat berupa Public
goods seperti jalan, jembatan, pendidikan dan tempat ibadah dapat
terpenuhi secara layak dan dapat dinikmati oleh seluruhn masyarakat.
2. Fungsi
Distribusi, yaitu fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian pendapatan
nasional dapat lebih merata untuk semua kalangan dan tingkat kehidupan.
3. Fungsi Stabilisasi,
agar terpeliharanya keseimbangan ekonomi terutama berupa kesempatan kerja yang
tinggi, tingkat harga-harga umum yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang memadai.
4. Konsep-konsep Dasar Kebijakan Fiskal
-
Kebijakan
Fiskal: perubahan-perubahan pada belanja
atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang dimaksudkan untuk mencapai
penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi
yang pantas.
-
Kebijakan
Fiskal Ekspansioner: peningkatan belanja pemerintah
dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat
dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk
domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
-
Kebijakan
Fiskal Kontraksioner: pengurangan belanja pemerintah
dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat
dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.
-
Efek
Pengganda: dalam ilmu ekonomi,
peningkatan belanja oleh konsumen,perusahaan atau pemerintah akan menjadi
pendapatan bagi pihak-pihak lain.Ketika orang ini membelanjakan pendapatannya,
belanja tersebut menjadipendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga
menyebabkan terjadinyapeningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek
pengganda dapat jugaberdampak sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan.
-
Kebijakan
Fiskal Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat secara
langsung mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran
agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan insentif bagi
perusahaan untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal, karena mereka
memperoleh pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian dapat
dibelanjakan.
5. Macam-macam Kebijakan Fiskal
·
Functional
finance :
Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional
·
The
managed budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran
·
The
stabilizing budget : Stabilisasi anggaran yang
otomatis, apabila model ini gagal, maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya
seperti dengan menaikkan gaji PNS atau subsidi
·
Balance
budget approach : Pendekatan Anggaran Belanja
berimbang, namun bila terlambat penyesuaian (Perubahan Anggaran Keuangan), maka
kepercayaan masyarakat akan hilang.
6. Pengaruh Pajak terhadap Pendapatan dan Konsumsi
Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal jika ia
menggunakan kekuasaannya untuk mempengarui pengeluaran total baik secara
langsung - dengan mengubah belanja barang dan jasanya - maupun tidak langsung –
dengan mengubah pendapatan diposabel anggota masyarakat melalui pelabuhan
tingkat perpajakan atau tunjangan (transfer outlays). Walaupun pengaruh
fiskal dari pemerintah-pemerintah pusat dan daerah sangat besar, kedua jenis
pemerintah daerah ini tidak dapat menjalankan kebijakan fisal yang sistematis
karena mereka tidak dapat mengalami defisit yang tanpa batas. Mereka
harus berusaha mengatasinya atau mereka akan kehilangan kredibilitas. Selama
resesi ekonomi, penerimaan negara menurun dan tunjangan penganggutan serta
pengeluaran untuk berbagai program lainnya meningkat sehingga terjadi defisit.
Nilai defisit biasanya dikendalikan dengan menaikkan pajak dan mengurangi
pengeluaran.
Pengeluaran pemerintah dan
kebijakan perpajakan mempunyai tiga dampak utama dalam makro ekonomi yaitu
dampak pengeluaran (expenditure impact), dampak financial (financial
expenditure), dan dampak penawaran (supply expenditure).
Misalakan pemerintah merancang program pembangunan
jalan raya, kenaikan pengeluaran secara langsung meningkatkan kegiatan ekonomi.
Jika pemerintah membiayai defisit yang terjadi dengan menjual obligasi kepada
sektor swasta, kekayaan sektor swasta akan naik, dan dampak financial ini akan
meninmbulkan dampak pengeluaran. Selanjutnya jalan baru tersebut akan menambah infrastruktur
perekonomian dan menaikkan potensi produksi, berarti akan menambah penawaran.
Serupa dengan hal tersebut,
suatu pemotongan pajak secara langsung akan meningkatkan pendapatan disposabel
(pendapatan setelah kena pajak) dan konsumsi sektor swasta. Hal itu pun akan
memberikan dampak finansial karena kenaikan defisit yang terjadi harus
dibiayai. Akhirnya pemotongan pajak tersebut akan merangsang orang untuk
bekerja lebih giat dank arena itu ia juga memberikan dampak dari sisi
penawaran.
Ahli statistik pendapatan nasional kini mempunyai
kerangka kerja sebagai berikut :
Sektor
|
Pengeluaran
|
Pendapatan
|
Rumah
Tangga
|
C (konsumsi)
|
Yd (Pendapatan disposabel)
|
Perusahaan
|
Ir (realisasi investasi
bersih)
|
O
|
Pemerintah
|
G (belanja barang dan jasa pemerintah)
|
T (seluruh pajak dikurangi pengeluaran tunjangan oleh
pemerintah)
|
Sama
dengan
|
Er (realisasi pengeluaran nasional)
|
Y (pendapatan nasional riil)
|
Dari kerangka kerja di atas
jelas bahwa sektor pemerintah sekarang termasuk dalam perkiraan. Pada sisi
pengeluaran kita tambahkan belanja barang dan jasa pemerintah. Dalam kaitannya
dengan pembahasan sekarang, tunjangan harus kita anggap sebagai pajak negeatif,
tunjangan kita masukkan di sisi kanan pada neraca karena iya berlaku seperti
pajak dalam membedakan pendapatan nasional dengan pendapat disposabel. Tunjangn
tidak merupakan pengeluaran terhadap barang dan jasa, tetapi seperti pajak, iya
mempengaruhi pendapatan disposabel dan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi.
Secara metematik, pendapatan
disposabel adalah hasil pengurangan antara total pendapatan dengan pajak:
dimana :
Yd : Pendapatan setelah kena pajak
Y : Pendapatan sebelum kena pajak
T : Taxes (pajak)
Pajak memberikan dampak yang
besar terhadap jumlah pendapatan. Semakin tinggi nilai pajak yang diberlakukan,
maka akan mengurangi jumlah pendapatan bersih. Dan sebaliknya jika nilai pajak
yang berlaku semakin menurun, maka jumlah pendapatan bersih akan meningkat.
Realisasi pengeluaran agregat sekarang sama dengan :
dan
karena pendapatan disposabel dapat dikonsumsi dan ditabung, sisi pendapatan
dari sisi kanan perkiraan tersebut dapat dipecah menjadi :
Defenisi akuntansi mengharuskan Er = Y sehingga dengan menyamakan
kedua sisi perkiraan kita peroleh
: Ȼ + Ir + G =
Ȼ + S + T
Ir + G = S + T
Bagian sebelah kiri dari persamaan di atas komponen-komponen
non konsumsi dari pengeluaran direncanakan, dan sering disebut “suntikan”. S +
T di sisi kanan adalah bagian Y yang tidak dikonsumsi. Dan umumnya disebut
“bocoran” karena S dan T adalah pendapatan yang tidak dibelanjakan.
Keseimbangan mengharuskan suntikan (injection) sama dengan bocoran (leakages);
jika tidak, aka nada perbedaan antara pengeluaran direncanakan dnegan
pendapatan, dan hal ini akan menimbulkan pendapatan yang berubah.
G – T = S –
I
Bentuk ini menunjukkan defisit anggaran pemerintah yang harus
sama dengan selisih antara tabungan swasta dan investasi yang diinginkan yang
dewasa ini sering disebut “surplus sektor swasta” karena ia setara dengan
selisih antara penghasilan disposabel sektor swasta dan pengeluaran swasta.
7. Pengaruh Pajak terhadap Keseimbangan Ekonomi
Karena kebijakan fiskal bertujuan
mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik, maka dampaknya terhadap
keseimbangan ekonomi harus dipahami. Salah satu cara paling mudah melihatnya adalah dengan
melihat pengaruh pajak terhadap output keseimbangan
-
Pajak
Anggaran
Dilihat dengan perbandingan
nilai penerimaan (T) dan pengeluaran (G), politik anggaran dapat dibedakan
menjadi:
·
anggaran tidak berimbang,dan
·
anggaran berimbang.
Hasil yang dicapai dari
kebijakan fiskal merupakan interaksi (resultan) dari dampak pajak dan
pengeluaran pemerintah terhadap output keseimbangan. Pengaruh perubahan
pengeluaran pemerintah terhadap perubahan pendapatan keseimbangan seperti yang
dibahas sebelumnya adalah :
∆Y
= ∆ G
Sedangkan pengaruh pajak terhadap pendapatan adalah:
∆Y = - b ∆T
a.
Anggaran Defisit (Deficit Budget)
Anggaran
tidak berimbang dapat dibedakan lagi menjadi anggaran defisit (deficit budget)
dan anggaran surplus (surplus budget). Anggaran defisit adalah anggaran
yang memng direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah
direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (T<G atau G>T).
Politik anggaran defisit, bisanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulir
pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam
kondisi resesi.
Dengan asumsi kondisi
awal anggaran pemerintah adalah anggaran berimbang (G = T), bila pemerintah
menempuh anggaran defisit, maka ∆G > ∆T, dimana ∆G > 0 dan ∆T >
0 . karena ∆G > 0 dan ∆G > ∆T, maka jika pemerintah menempuh
politik anggaran defisit, pemerintah dianggap memilih kebijakan fiskal
ekspensif.
∆Y karena
∆G = ∆ G
∆Y karena
∆T = - b ∆ T
Sehingga
total pengaruhnya (karena ∆G dan ∆T) adalah :
Y = ∆G
+ - b ∆T
=
∆G - b ∆ T
Atau
∆Y = ∆G – b ∆T
b.
Anggaran Surplus (Surplus Budget)
Kebalika
dari anggaran defisit, dalam anggaran surplus pemerintah merencanakan
penerimaan lebih besar dari pengeluaran (T>G atau G<T). Atau dapat Juga
dikatakan pemerintah menempuh politik anggaran surplus, dimana ∆G <
∆T, dimana ∆G dan ∆T >0
c.
Anggaran Berimbang (Balance Budget)
Pemeirntah
dikatakan menempuh politik anggaran berimbang bila pengeluaran direncanakan
sama dengan penerimaan ( G=T atau T=G)
∆Y karena ∆G
= ∆G
∆Y karena ∆T
= - b ∆T
8. Pengaruh Risiko Kebijakan Fiskal
Resiko Fiskal didefinisikan sebagai
potensi tambahan deficit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali
pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal sangat perlu untuk empat tujuan
strategis, yaitu :
a. Peningkatan kesadaran seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebijakan fiskal.
b. Meningkatkan keterbukaan fiskal
c. Meningkatkan tangung jawab fiskal
d. Menciptakan kesinambungan fiskal
Resiko Fiskal
dikelompokkan dalam empat kategori utama yaitu :
1. Resiko Ekonomi Makro
Dalam penyusunan APBN indikator-indikator
ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan adalah pertumbuhan
ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga sertifikat Bank Indonesia, nilai tukar
rupiah, harga minyak mentah Indonesia dan lifting minyak. Indikator tersebut
merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Secara umum sumber resiko
fiskal yang dihadapi oleh APBN 2012 terutama berasal dari dua resiko utama,
yakni inflasi dan harga minyak.
a. Inflasi
Pemerintah memproyeksikan
angka inflasi tahun 2012 berkisar antara 3,5-5,5 persen. Sementara itu menurut
IMF dalam World Economic Outlook per April 2012, inflasi diperkirakan sebesar
5,85 persen. Angka ini lebih tinggi daripada realisasi inflasi tahun 2010 dan
lebih rendah dari proyeksi tahun 2011. Dengan demikian angka proyeksi
pemerintah masih sejalan dengan kecendrungan penurunan angka inflasi. Meskipun
angka inflasi telah menunjukkan angka penurunan, tetapi resiko tekanan inflasi
ke depan diperkirakan masih cukup tinggi.
b. Harga Minyak.
Pemerintah memerintahkan
harga minyak berkisar antara US$ 75 per barel s/d US$95 per barel, angka
tersebut sejalan dengan penurunan harga minyak dipasaran dunia.
2. Resiko Utang Dinamika Ekonomi Makro
Pengelolaan resiko utang diperlukan
agar target pembiayaan utang dapat diperoleh dengan biaya yang wajar dan tidak
menimbulkan penumpukan beban utang yang tidak terkendali pada masa yang akan
mendatang.pada dasarnya resiko utang terdiri dari empat, diantaranya :
a. Resiko pasar ini terdiri dari resiko
nilai tukar, resiko tingkat bunga dan resiko likuiditas yag timbul sebagai
akibat dari ketidakpastian kondisi pasar keuangan yang dinamis. Resiko nilai
tukar terutama berasal dari utang melalui pinjaman luar negeri, sedangkan
resiko tingkat bunga bersumber dari pinjaman luar negeri berbasis LIBOR dan SBN
berbasis SBI 3 bulan.
b. Sedangkan resiko pembiayaan kembali
disebabkan oleh besarnya pembayaran kewajiban utang pada tahun/ periode tertentu.
c. Resiko operasional
Resiko operasional adalah
resiko yang disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses bisnis dan sistem
diunit terkait. Sert yang ditimbulkan oleh aspek legal. Resiko ini antara lain
dapat berupa gagal bayar akibat kelalaian manusia atau kegagalan sistem yang
berdampak pada penurunan sorvereign credit rating.
d. Resiko Reputasi
Resiko Reputasi merupakan
resiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang dari sudut pandang investor dan
lender yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepastian dan konsistensi
penerapan strategi pengelolaan utang.
3. Kewajiban Kontijensi Pemerintah Pusat
Kewajiban kontijensi merupakan
kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya
menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau
lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah.
Kewajiban kontijensi pemerintah pusat yang menjadi resiko fiskal bersumber dari
pemberian dukungan dan/ atau pinjaman pemerintah atas proyek-proyek
infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat program pension dan tabungan hari
tua pegawai negeri.
4. Desentralisasi Fiskal
Kebijakan desentralisasi fiskal
dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Republik Kesatuan Indonesia. dalam hal pelaksanaanya, penerapan
kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang diharapkan
ternyata juga berpotensimenimbulkan resiko fiskal.
12
Resiko
Fiskal dari desentarlisasi fiskal
diantaranya, bersumber dari kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah
daerah atas pengembalian penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening
pinjaman daerah serta pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah
9. Pengertian Politik
Anggaran
Proses politik anggaran
negara secara transparan melalui prosedur yang relatif panjang menjadi piranti
strategis yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kebijakan fiskal. Sehingga, fungsi kebijakan fiskal
dalam penerapan RAPBN 2009 sangat bergantung pada pemahaman kolegial akan makna
penting perencanaan, pelaksanaan yang efektif, dan akuntabilitas
pertanggungjawaban keuangan negara.
Hal itu disampaikan Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam sidang paripurna dengan agenda jawaban
pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi DPR tentang Nota Keuangan
dan RAPBN 2009, Selasa (26/8), di Jakarta. "Peranan strategis lain dari
kebijakan fiskal merupakan konsekuensi logis dari peningkatan tranparansi,
demokratisasi, dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat terkait kebijakan
anggaran negara," tutur Sri Mulyani.
Dikatakan, pemerintah
merancang pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN 2009 mencapai Rp 1.022,6
triliun atau naik Rp 127,6 triliun (sekitar 14,3%) dari sasarannya dalam APBN-P
2008.
Untuk belanja negara, direncanakan Rp 1.122,2 triliun
atau naik 13,4% (setara Rp 132,7 triliun) dari pagu APBN-P 2008. Artinya,
defisit anggaran pada 2009 diperkirakan mencapai Rp 99,6 triliun atau sekitar
1,9% dari PDB.
10. Efektivitas Kebijakan Fiskal
Krisis keuangan global
menjadi ancaman besar bagi upaya menciptakan pembangunan ekonomi yang
berkarakter 3P (pro-growth, pro-job, dan pro-poor). Pemerintah
menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2009 dapat mencapai 5% atau sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan tahun 2008 yang diperkirakan mencapai 6,2%.
Optimisme pemerintah memangkas laju pertumbuhan ekonomi yang relatif moderat di
tahun 2009 didasarkan atas dua alasan.
Pertama, adanya ruang gerak
ekspansi fiskal yang besar sebagai dampak dari sisa anggaran di tahun 2008 yang
mencapai Rp52,3 triliun.
Kedua, pesta demokrasi (pemilihan anggota legislatif dan presiden) yang
diprediksi akan mampu mendorong permintaan dari berbagai sektor. Disadari atau
tidak,optimisme di tahun 2009 juga terlahir dari turunnya ekspektasi inflasi
yang menjadi semacam blessing
in disguise.
Sebagaimana diketahui,
krisis global akan menurunkan permintaan dunia untuk segala produk dan hal ini
dapat menjadi berita baik untuk meredam inflasi domestik yang berasal dari
imported inflation seperti turunnya harga minyak dunia, minyak sawit,
dll.Turunnya laju inflasi tidak hanya baik bagi tanda (signaling) turunnya suku
bunga, tapi juga bagi penduduk miskin ataupun mereka yang berada di batas garis
kemiskinan.
a. Stimulus Fiskal
Pemerintah
juga telah menetapkan empat strategi kebijakan untuk memperlunak dampak krisis
global, yaitu memperkuat ketahanan sektor keuangan, melakukan konsolidasi
fiskal, memberikan stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan sektor riil, dan
mempercepat pembangunan infrastruktur.
Dengan
pertimbangan bahwa stimulus fiskal merupakan “obat merah”, fokus kebijakan
haruslah pada sisi meminimalkan dampak krisis global terhadap naiknya angka
kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah telah berencana memberikan pajak
pertambahan nilai ditanggung pemerintah terhadap 17 industri dengan nilai Rp9
triliun lebih, tarif impor ditanggung Rp2,4 triliun, belanja modal untuk
infrastruktur yang mencapai paling tidak Rp72 triliun, dan Rp4,9 triliun
digunakan untuk biaya pembebasan lahan.
Dengan
demikian, total biaya yang dikeluarkan sebagai respons dari krisis sebesar
Rp88,3 triliun. Bagian tersulit dalam menjalankan stimulus fiskal adalah
menjamin efektivitas kebijakan, termasuk dalam hal ini kalkulasi akan kelompok
mana yang mendapat keuntungan dan kerugian (benefit and cost).
Dalam
situasi krisis, stimulus fiskal seyogianya dapat memperkecil ketimpangan dan
kesenjangan pendapatan. Demikian pula penetapan sektor prioritas menjadi agenda
yang perlu dipikirkan secara matang.Namun,hal ini jelas tidak mudah karena
pengambil kebijakan cenderung mengambil sikap akomodatif bagi semua sektor
karena lebih minim risiko, terutama dari aspek ekonomi politik.
b. Pengangguran
Sebagaimana
diketahui menurut data BPS, hingga semester kedua tahun 2008, angka
pengangguran terbuka masih menunjukkan penurunan seiring dengan penciptaan
lapangan kerja baru sebesar 2,62 juta orang antara Agustus 2007 dan Agustus
2008.
Hal ini
mengindikasikan bahwa krisis global belum berdampak negatif terhadap serapan
tenaga kerja paling tidak hingga medio 2008. Namun, angka setengah pengangguran
menunjukkan peningkatan hingga 2 juta orang dalam dua tahun terakhir ini. Hal
ini menandakan bahwa risiko naiknya angka pengangguran masih akan besar. Paling
tidak ada tiga alasan yang mendorong hal ini terjadi.
Pertama,
turunnya pertumbuhan ekonomi menandakan adanya penurunan kapasitas produksi
nasional dan hal ini pasti akan menambah angka pengangguran. Kedua, tingginya angka
pemutusan hubungan kerja akan memaksa intensitas pencarian pekerjaan semakin
besar, termasuk dalam hal ini pengangguran yang berada di kelompok pengangguran
sukarela. Ketiga,
pengangguran juga akan berasal dari kelompok pencari kerja baru yang sebelumnya
masuk kategori bukan angkatan kerja.
Sebagaimana
diketahui, dalam dua tahun terakhir ini, sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja adalah perdagangan dengan tingkat penciptaan kesempatan kerja
mencapai 2 juta orang, disusul jasa kemasyarakatan sebesar 1,74 juta.Pada sisi
lain, sektor yang merupakan kantong pengaman, yaitu sektor pertanian, hanya
mampu menciptakan kesempatan kerja baru sebanyak 190.000 orang. Dengan demikian
fenomena pengangguran terbesar akan dialami sektor jasa yang paling banyak
menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan sektor pertanian dan industri.
c. Kemiskinan
Terlepas
dari banyaknya kelemahan dari sisi pengukuran angka kemiskinan, terutama dari
sisi pengukuran garis kemiskinan, data BPS menunjukkan persentase penduduk
miskin pada 2008 merupakan angka terkecil sejak krisis ekonomi 1997/1998.Namun,
pengukuran garis kemiskinan berdasarkan angka USD1 dan USD2, memperlihatkan
lonjakan angka kemiskinan yang sangat besar.
Hal ini
menandakan bahwa angka kemiskinan di Indonesia sangat sensitif terhadap garis
kemiskinan yang menjadi basis. Demikian pula fenomena kemiskinan di Indonesia
bercirikan tingginya kelompok masyarakat yang rentan menjadi miskin. Pada sisi
lain, masalah kemiskinan nonpendapatan (non-income poverty) lebih serius
dibandingkan dengan kemiskinan pendapatan (income poverty).
Melihat
kenyataan tersebut, pengendalian tingkat harga dan peningkatan akses masyarakat
terhadap infrastruktur dasar,khususnya pendidikan dan kesehatan, menjadi obat
mujarabuntuk lebih melindungi kelompok miskin dan rawan miskin.
Pada
akhirnya efektivitas stimulus kebijakan fiskal akan sangat tergantung pada tiga
elemen, yaitu penekanan lonjakan pengangguran di sektor jasa,pemberian bantuan
langsung bagi kelompok miskin,dan perbaikan infrastruktur dasar.
BAB
III
PENUTUP
·
KESIMPULAN
Kesimpulan yang
didapat dari makalah ini adalah:
1. Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam
rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal
adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak
2. Kebijakan fiskal di
lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang
mendekati full employment dan untuk mempertahankan
tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi,
Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2008
terimakasih sangat membantu
BalasHapus