Jumat, 12 Juni 2015

Makalah Kebijakan Fiskal

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar.
Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain :
1. Membuat peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam
 perekonomian pasar.
 Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah
 dilakukan dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa
     jasa dalam kehidupan masyarakat. Contoh: Perusahaan Air Minum
2.  Melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah
     merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya,    
     sedangkan kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang dijalankan oleh Bank Sentral  
     untuk mengawasi jumlah uang yang berada di tangan masyarakat.
Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya ( keuangan) domestik. 
                                                                                                                                               
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan kebijakan fiskal ?
2.      Apa saja tujuan dari kebijakan fiskal ?
3.      Apa fungsi utama kebijakan fiskal ?
4.      Apa saja konsep-konsep dasar dalam kebijakan fiskal ?
5.      Sebutkan dan jelaskan macam-macam kebijakan fiskal ?
6.      Apa pengaruh pajak terhadap pendapatan dan konsumsi ?
7.      Apa pengaruh pajak terhadap keseimbangan ekonomi ?
8.      Apa saja resiko dari kebijakan fiskal ?
9.      Apa yang dimaksud dengan politik anggaran ?
10.  Apa yang dimaksud elastisitas kebijakan fiskal ?

C.     TUJUAN MAKALAH :
·         Mengetahui tentang arti dari kebijakan fiskal itu sendiri
·         Mengetahui tujuan diterapkannya kebijakan fiskal
·         Mengetahui fungsi utama dari kebijakan fiskal
·         Mengetahui konsep-konsep dasar dari kebijakan fiskal
·         Mengetahui macam-macam kebijakan fiskal
·         Mengetahui pengaruh pajak terhadap pendapat dan konsumsi
·         Mengetahui pengaruh pajak terhadap keseimbangan ekonomi
·         Mengetahui resiko dari kebijakan fiskal
·         Mengetahui definisi dari politik anggaran
·         Mengetahui definisi dari elastisitas kebijakan fiskal


                                                                        BAB II
                                                            PEMBAHASAN

1.      Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginakn dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaraan pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijkan monoter. Perbedaannya terleak pada intstrumen kebijakannya. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
  • Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
  • Pola persebaran sumber daya
  • Distribusi pendapatan
            Dalam buku teks teori ekonomi makro, penerimaaan pemerintah diasumsikan berasal dari pajak (tak), sehingga notasi yang digunakan untuk penerimaan pemerintah adalah T. Sedangkan notasi untuk pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
a.       Pajak
Secara hukum, pajak didefinisikan sebagai iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal ( berdasarkan undang-undang ), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hukum ( misalnya denda atau kurungan penjara ) untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Walaupun pajak sifatnya memaksa, pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk membalas jasa secara langsung kepada para pembayar pajak.
1.      Klasifikasi Pajak
Ada beberapa pengklasifikasian pajak yang umumnya digunakan, yaitu pajak objektif dan pajak subjektif serta pajak langsung dan pajak tidak langsung.
a.       Pajak Objektif : pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak. Misalnya, pajak pertambahan nilai ( PPN ) dikenakan kepada mereka yang membeli barang atau jasa kena pajak.
b.      Pajak Subjektif : pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Biasanya bila kemampuan wajib pajak makin besar maka beban pajaknya makin besar.
c.       Pajak Langsung : pajak yang beban pajaknya tidak dapat digeser kepada wajib pajak lain (no tax incidence). Jadi, pembayar pajak langsung adalah pembayar pajak terakhir (last tax payer). Contoh : Pph ( pajak penghasilan ) dan PBB ( pajak bumi dan bangunan ).
d.      Pajak Tidak Langsung : pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada wajib pajak yang lain (tax incidence). Contoh : pajak penjualan ( Ppn dan PPnBM ).
2.      Tarif Pajak
Dua jenis tarif pajak yang paling terkenal adalah :
a.       Pajak Nominal : pajak yang pengenaannya berdasarkan sejumlah nilai nominal tertentu. Notasi untuk pajak nominal adalah T ( huruf besar ). Misalnya, bila pengenaan pajak pendapatan sebesar 50, maka ditulis T = 50.
b.      Pajak Persentase : pajak yang beban pajaknya ditetapkab berdasrakn persentase tertentu dari dasar pengenaan pajak. Notasi untuk pajak persentase adalah t ( huruf kecil ). Pajak persentase dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
v  Pajak Proposional : tarif persentasenya tetap. Misalnya, pajak penghasilan dikatakan proposional bila berapapun besarnya penghasilan, tarif pajaknya tetap 20%.
v  Pajak Progresif : tarifnya makin tinggi bila dasar pengenaan pajaknya makin tinggi.
v  Pajak Regresif : kebalikan dari pajak progresif, tarif pajak justru makin rendah pada saat penghasilan meningkat.

2.      Tujuan Kebijakan Fiskal

Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
1.         Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan investasi berencana di sektor public, namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara tersbut.
                                                                                                                                   
Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik swasta maupun pemerintah. Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya :
a.      control fisik langsung
b.      peningkatan tariff pajak yang ada
c.      penerapan pajak baru,
d.      surplus dari perusahaan Negara
e.      pinjaman pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan
f.        keuangan deficit.

2.         Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara  serentak berupaya memacu laju pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
3.         Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan  perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
4.         Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli tambaha
                                                                                                      
5.         Untuk menanggulangi inflasi
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.

6.         Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.

3.      Fungsi Utama Kebijakan Fiskal
1.   Fungsi Alokasi, yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat berupa Public goods seperti jalan, jembatan, pendidikan dan tempat ibadah dapat terpenuhi secara layak dan dapat dinikmati oleh seluruhn masyarakat.
2.    Fungsi Distribusi, yaitu fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian pendapatan nasional dapat lebih merata untuk semua kalangan dan tingkat kehidupan.
3.    Fungsi Stabilisasi, agar terpeliharanya keseimbangan ekonomi terutama berupa kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga-harga umum yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai.

4.      Konsep-konsep Dasar Kebijakan Fiskal
-          Kebijakan Fiskal: perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.
-          Kebijakan Fiskal Ekspansioner: peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
-          Kebijakan Fiskal Kontraksioner: pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.
                                                                                                                                               
-          Efek Pengganda:  dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen,perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain.Ketika orang ini membelanjakan pendapatannya, belanja tersebut menjadipendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinyapeningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek pengganda dapat jugaberdampak sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan.
-          Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat secara langsung mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal, karena mereka memperoleh pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan.
5.      Macam-macam Kebijakan Fiskal
·         Functional finance : Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional
·         The managed budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran
·         The stabilizing budget : Stabilisasi anggaran yang otomatis, apabila model ini gagal, maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya seperti dengan menaikkan gaji PNS atau subsidi
·         Balance budget approach : Pendekatan Anggaran Belanja berimbang, namun bila terlambat penyesuaian (Perubahan Anggaran Keuangan), maka kepercayaan masyarakat akan hilang.

6.      Pengaruh Pajak terhadap Pendapatan dan Konsumsi

            Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal jika ia menggunakan kekuasaannya untuk mempengarui pengeluaran total baik secara langsung - dengan mengubah belanja barang dan jasanya - maupun tidak langsung – dengan mengubah pendapatan diposabel anggota masyarakat melalui pelabuhan tingkat perpajakan atau tunjangan (transfer outlays). Walaupun pengaruh fiskal dari pemerintah-pemerintah pusat dan daerah sangat besar, kedua jenis pemerintah daerah ini tidak dapat menjalankan kebijakan fisal yang sistematis karena mereka tidak dapat mengalami defisit yang tanpa batas. Mereka harus berusaha mengatasinya atau mereka akan kehilangan kredibilitas. Selama resesi ekonomi, penerimaan negara menurun dan tunjangan penganggutan serta pengeluaran untuk berbagai program lainnya meningkat sehingga terjadi defisit. Nilai defisit biasanya dikendalikan dengan menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaran.
            Pengeluaran pemerintah dan kebijakan perpajakan mempunyai tiga dampak utama dalam makro ekonomi yaitu dampak pengeluaran (expenditure impact), dampak financial (financial expenditure), dan dampak penawaran (supply expenditure).
                                                                                                                      
Misalakan pemerintah merancang program pembangunan jalan raya, kenaikan pengeluaran secara langsung meningkatkan kegiatan ekonomi. Jika pemerintah membiayai defisit yang terjadi dengan menjual obligasi kepada sektor swasta, kekayaan sektor swasta akan naik, dan dampak financial ini akan meninmbulkan dampak pengeluaran. Selanjutnya jalan baru tersebut akan menambah infrastruktur perekonomian dan menaikkan potensi produksi, berarti akan menambah penawaran.
Serupa dengan hal tersebut, suatu pemotongan pajak secara langsung akan meningkatkan pendapatan disposabel (pendapatan setelah kena pajak) dan konsumsi sektor swasta. Hal itu pun akan memberikan dampak finansial karena kenaikan defisit yang terjadi harus dibiayai. Akhirnya pemotongan pajak tersebut akan merangsang orang untuk bekerja lebih giat dank arena itu ia juga memberikan dampak dari sisi penawaran.
Ahli statistik pendapatan nasional kini mempunyai kerangka kerja sebagai berikut :
Sektor
Pengeluaran
Pendapatan
Rumah Tangga
C (konsumsi)
Yd (Pendapatan disposabel)
Perusahaan
Ir (realisasi investasi bersih)
O
Pemerintah
G (belanja barang dan jasa pemerintah)
T (seluruh pajak dikurangi pengeluaran tunjangan oleh pemerintah)
Sama dengan
Er (realisasi pengeluaran nasional)
Y (pendapatan nasional riil)

            Dari kerangka kerja di atas jelas bahwa sektor pemerintah sekarang termasuk dalam perkiraan. Pada sisi pengeluaran kita tambahkan belanja barang dan jasa pemerintah. Dalam kaitannya dengan pembahasan sekarang, tunjangan harus kita anggap sebagai pajak negeatif, tunjangan kita masukkan di sisi kanan pada neraca karena iya berlaku seperti pajak dalam membedakan pendapatan nasional dengan pendapat disposabel. Tunjangn tidak merupakan pengeluaran terhadap barang dan jasa, tetapi seperti pajak, iya mempengaruhi pendapatan disposabel dan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi.
            Secara metematik, pendapatan disposabel adalah hasil pengurangan antara total pendapatan dengan pajak:

dimana :
            Yd       : Pendapatan setelah kena pajak
            Y         : Pendapatan sebelum kena pajak
            T          : Taxes (pajak)
            Pajak memberikan dampak yang besar terhadap jumlah pendapatan. Semakin tinggi nilai pajak yang diberlakukan, maka akan mengurangi jumlah pendapatan bersih. Dan sebaliknya jika nilai pajak yang berlaku semakin menurun, maka jumlah pendapatan bersih akan meningkat. Realisasi pengeluaran agregat sekarang sama dengan :

dan karena pendapatan disposabel dapat dikonsumsi dan ditabung, sisi pendapatan dari sisi kanan perkiraan tersebut dapat dipecah menjadi :
Defenisi akuntansi mengharuskan Er = Y sehingga dengan menyamakan kedua sisi perkiraan kita peroleh :                                   Ȼ + Ir + G = Ȼ  + S + T
         Ir + G = S + T
Bagian sebelah kiri dari persamaan di atas komponen-komponen non konsumsi dari pengeluaran direncanakan, dan sering disebut “suntikan”. S + T di sisi kanan adalah bagian Y yang tidak dikonsumsi. Dan umumnya disebut “bocoran” karena S dan T adalah pendapatan yang tidak dibelanjakan. Keseimbangan mengharuskan suntikan (injection) sama dengan bocoran (leakages); jika tidak, aka nada perbedaan antara pengeluaran direncanakan dnegan pendapatan, dan hal ini akan menimbulkan pendapatan yang berubah.
                                    G – T = S – I
            Bentuk ini menunjukkan defisit anggaran pemerintah yang harus sama dengan selisih antara tabungan swasta dan investasi yang diinginkan yang dewasa ini sering disebut “surplus sektor swasta” karena ia setara dengan selisih antara penghasilan disposabel sektor swasta dan pengeluaran swasta.

7.            Pengaruh Pajak terhadap Keseimbangan Ekonomi

            Karena kebijakan fiskal bertujuan mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik, maka dampaknya terhadap keseimbangan ekonomi harus dipahami. Salah satu cara paling mudah melihatnya adalah dengan melihat pengaruh pajak terhadap output keseimbangan

-          Pajak Anggaran
            Dilihat dengan perbandingan nilai penerimaan (T) dan pengeluaran (G), politik anggaran dapat dibedakan menjadi:
                                                                                                                                               
·         anggaran tidak berimbang,dan
·         anggaran berimbang.
Hasil yang dicapai dari kebijakan fiskal merupakan interaksi (resultan) dari dampak pajak dan pengeluaran pemerintah terhadap output keseimbangan. Pengaruh perubahan pengeluaran pemerintah terhadap perubahan pendapatan keseimbangan seperti yang dibahas sebelumnya adalah :
∆Y =    ∆ G 
            Sedangkan pengaruh pajak terhadap pendapatan adalah:
                              ∆Y =  - b ∆T

a. Anggaran Defisit (Deficit Budget)
Anggaran tidak berimbang dapat dibedakan lagi menjadi anggaran defisit (deficit budget) dan anggaran surplus (surplus budget). Anggaran defisit adalah anggaran yang memng direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (T<G atau G>T). Politik anggaran defisit, bisanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulir pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi.
Dengan asumsi kondisi awal anggaran pemerintah adalah anggaran berimbang (G = T), bila pemerintah menempuh anggaran defisit, maka ∆G > ∆T, dimana ∆G > 0 dan  ∆T > 0 . karena  ∆G > 0 dan ∆G > ∆T, maka jika pemerintah menempuh politik anggaran defisit, pemerintah dianggap memilih kebijakan fiskal ekspensif.
∆Y karena ∆G =     ∆ G 
∆Y karena ∆T = -   b ∆ T

Sehingga total pengaruhnya (karena  ∆G dan ∆T) adalah :
                       Y =   ∆G      +     - b ∆T
                             =   ∆G      -   b ∆ T
Atau
             ∆Y =  ∆G – b  ∆T

b. Anggaran Surplus (Surplus Budget)
Kebalika dari anggaran defisit, dalam anggaran surplus pemerintah merencanakan penerimaan lebih besar dari pengeluaran (T>G atau G<T). Atau dapat Juga dikatakan pemerintah menempuh politik anggaran surplus, dimana  ∆G < ∆T, dimana  ∆G dan  ∆T >0
c. Anggaran Berimbang (Balance Budget)
Pemeirntah dikatakan menempuh politik anggaran berimbang bila pengeluaran direncanakan sama dengan penerimaan ( G=T atau T=G)
                                                                                                         
∆Y karena  ∆G =    ∆G 
∆Y karena ∆T =   - b  ∆T

8.      Pengaruh Risiko Kebijakan Fiskal

            Resiko Fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan deficit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal sangat perlu untuk empat tujuan strategis, yaitu :
a.       Peningkatan kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebijakan fiskal.
b.      Meningkatkan keterbukaan fiskal
c.       Meningkatkan tangung jawab fiskal
d.      Menciptakan kesinambungan fiskal

Resiko Fiskal dikelompokkan dalam empat kategori utama yaitu :
1.      Resiko Ekonomi Makro
            Dalam penyusunan APBN indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga sertifikat Bank Indonesia, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia dan lifting minyak. Indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Secara umum sumber resiko fiskal yang dihadapi oleh APBN 2012 terutama berasal dari dua resiko utama, yakni inflasi dan harga minyak.
a.       Inflasi
Pemerintah memproyeksikan angka inflasi tahun 2012 berkisar antara 3,5-5,5 persen. Sementara itu menurut IMF dalam World Economic Outlook per April 2012, inflasi diperkirakan sebesar 5,85 persen. Angka ini lebih tinggi daripada realisasi inflasi tahun 2010 dan lebih rendah dari proyeksi tahun 2011. Dengan demikian angka proyeksi pemerintah masih sejalan dengan kecendrungan penurunan angka inflasi. Meskipun angka inflasi telah menunjukkan angka penurunan, tetapi resiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih cukup tinggi.
b.      Harga Minyak.
Pemerintah memerintahkan harga minyak berkisar antara US$ 75 per barel s/d US$95 per barel, angka tersebut sejalan dengan penurunan harga minyak dipasaran dunia.

2.      Resiko Utang Dinamika Ekonomi Makro
            Pengelolaan resiko utang diperlukan agar target pembiayaan utang dapat diperoleh dengan biaya yang wajar dan tidak menimbulkan penumpukan beban utang yang tidak terkendali pada masa yang akan mendatang.pada dasarnya resiko utang terdiri dari empat, diantaranya :
a.       Resiko pasar ini terdiri dari resiko nilai tukar, resiko tingkat bunga dan resiko likuiditas yag timbul sebagai akibat dari ketidakpastian kondisi pasar keuangan yang dinamis. Resiko nilai tukar terutama berasal dari utang melalui pinjaman luar negeri, sedangkan resiko tingkat bunga bersumber dari pinjaman luar negeri berbasis LIBOR dan SBN berbasis SBI 3 bulan.
b.      Sedangkan resiko pembiayaan kembali disebabkan oleh besarnya pembayaran kewajiban utang pada tahun/ periode tertentu.
c.       Resiko operasional
Resiko operasional adalah resiko yang disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses bisnis dan sistem diunit terkait. Sert yang ditimbulkan oleh aspek legal. Resiko ini antara lain dapat berupa gagal bayar akibat kelalaian manusia atau kegagalan sistem yang berdampak pada penurunan sorvereign credit rating.
d.      Resiko Reputasi
Resiko Reputasi merupakan resiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang dari sudut pandang investor dan lender yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepastian dan konsistensi penerapan strategi pengelolaan utang.

3.      Kewajiban Kontijensi Pemerintah Pusat
Kewajiban kontijensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah. Kewajiban kontijensi pemerintah pusat yang menjadi resiko fiskal bersumber dari pemberian dukungan dan/ atau pinjaman pemerintah atas proyek-proyek infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat program pension dan tabungan hari tua pegawai negeri.
4.      Desentralisasi Fiskal
            Kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Kesatuan Indonesia. dalam hal pelaksanaanya, penerapan kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang diharapkan ternyata juga berpotensimenimbulkan resiko fiskal.
                                                                                                                                                12
Resiko Fiskal  dari desentarlisasi fiskal diantaranya, bersumber dari kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah daerah atas pengembalian penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening pinjaman daerah serta pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah

9.      Pengertian Politik Anggaran
           
            Proses politik anggaran negara secara transparan melalui prosedur yang relatif panjang menjadi piranti strategis yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kebijakan fiskal. Sehingga, fungsi kebijakan fiskal dalam penerapan RAPBN 2009 sangat bergantung pada pemahaman kolegial akan makna penting perencanaan, pelaksanaan yang efektif, dan akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan negara.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam sidang paripurna dengan agenda jawaban pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi DPR tentang Nota Keuangan dan RAPBN 2009, Selasa (26/8), di Jakarta. "Peranan strategis lain dari kebijakan fiskal merupakan konsekuensi logis dari peningkatan tranparansi, demokratisasi, dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat terkait kebijakan anggaran negara," tutur Sri Mulyani.
            Dikatakan, pemerintah merancang pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN 2009 mencapai Rp 1.022,6 triliun atau naik Rp 127,6 triliun (sekitar 14,3%) dari sasarannya dalam APBN-P 2008.
Untuk belanja negara, direncanakan Rp 1.122,2 triliun atau naik 13,4% (setara Rp 132,7 triliun) dari pagu APBN-P 2008. Artinya, defisit anggaran pada 2009 diperkirakan mencapai Rp 99,6 triliun atau sekitar 1,9% dari PDB.

10.  Efektivitas Kebijakan Fiskal

Krisis keuangan global menjadi ancaman besar bagi upaya menciptakan pembangunan ekonomi yang berkarakter 3P (pro-growth, pro-job, dan pro-poor). Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2009 dapat mencapai 5% atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008 yang diperkirakan mencapai 6,2%. Optimisme pemerintah memangkas laju pertumbuhan ekonomi yang relatif moderat di tahun 2009 didasarkan atas dua alasan.

            Pertama, adanya ruang gerak ekspansi fiskal yang besar sebagai dampak dari sisa anggaran di tahun 2008 yang mencapai Rp52,3 triliun. Kedua, pesta demokrasi (pemilihan anggota legislatif dan presiden) yang diprediksi akan mampu mendorong permintaan dari berbagai sektor. Disadari atau tidak,optimisme di tahun 2009 juga terlahir dari turunnya ekspektasi inflasi yang menjadi semacam blessing in disguise.
Sebagaimana diketahui, krisis global akan menurunkan permintaan dunia untuk segala produk dan hal ini dapat menjadi berita baik untuk meredam inflasi domestik yang berasal dari imported inflation seperti turunnya harga minyak dunia, minyak sawit, dll.Turunnya laju inflasi tidak hanya baik bagi tanda (signaling) turunnya suku bunga, tapi juga bagi penduduk miskin ataupun mereka yang berada di batas garis kemiskinan.
a.      Stimulus Fiskal
Pemerintah juga telah menetapkan empat strategi kebijakan untuk memperlunak dampak krisis global, yaitu memperkuat ketahanan sektor keuangan, melakukan konsolidasi fiskal, memberikan stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan sektor riil, dan mempercepat pembangunan infrastruktur.
Dengan pertimbangan bahwa stimulus fiskal merupakan “obat merah”, fokus kebijakan haruslah pada sisi meminimalkan dampak krisis global terhadap naiknya angka kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah telah berencana memberikan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah terhadap 17 industri dengan nilai Rp9 triliun lebih, tarif impor ditanggung Rp2,4 triliun, belanja modal untuk infrastruktur yang mencapai paling tidak Rp72 triliun, dan Rp4,9 triliun digunakan untuk biaya pembebasan lahan.
Dengan demikian, total biaya yang dikeluarkan sebagai respons dari krisis sebesar Rp88,3 triliun. Bagian tersulit dalam menjalankan stimulus fiskal adalah menjamin efektivitas kebijakan, termasuk dalam hal ini kalkulasi akan kelompok mana yang mendapat keuntungan dan kerugian (benefit and cost).
Dalam situasi krisis, stimulus fiskal seyogianya dapat memperkecil ketimpangan dan kesenjangan pendapatan. Demikian pula penetapan sektor prioritas menjadi agenda yang perlu dipikirkan secara matang.Namun,hal ini jelas tidak mudah karena pengambil kebijakan cenderung mengambil sikap akomodatif bagi semua sektor karena lebih minim risiko, terutama dari aspek ekonomi politik.
b.      Pengangguran
Sebagaimana diketahui menurut data BPS, hingga semester kedua tahun 2008, angka pengangguran terbuka masih menunjukkan penurunan seiring dengan penciptaan lapangan kerja baru sebesar 2,62 juta orang antara Agustus 2007 dan Agustus 2008.

Hal ini mengindikasikan bahwa krisis global belum berdampak negatif terhadap serapan tenaga kerja paling tidak hingga medio 2008. Namun, angka setengah pengangguran menunjukkan peningkatan hingga 2 juta orang dalam dua tahun terakhir ini. Hal ini menandakan bahwa risiko naiknya angka pengangguran masih akan besar. Paling tidak ada tiga alasan yang mendorong hal ini terjadi.
Pertama, turunnya pertumbuhan ekonomi menandakan adanya penurunan kapasitas produksi nasional dan hal ini pasti akan menambah angka pengangguran. Kedua, tingginya angka pemutusan hubungan kerja akan memaksa intensitas pencarian pekerjaan semakin besar, termasuk dalam hal ini pengangguran yang berada di kelompok pengangguran sukarela. Ketiga, pengangguran juga akan berasal dari kelompok pencari kerja baru yang sebelumnya masuk kategori bukan angkatan kerja.
Sebagaimana diketahui, dalam dua tahun terakhir ini, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah perdagangan dengan tingkat penciptaan kesempatan kerja mencapai 2 juta orang, disusul jasa kemasyarakatan sebesar 1,74 juta.Pada sisi lain, sektor yang merupakan kantong pengaman, yaitu sektor pertanian, hanya mampu menciptakan kesempatan kerja baru sebanyak 190.000 orang. Dengan demikian fenomena pengangguran terbesar akan dialami sektor jasa yang paling banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan sektor pertanian dan industri.
c.       Kemiskinan
Terlepas dari banyaknya kelemahan dari sisi pengukuran angka kemiskinan, terutama dari sisi pengukuran garis kemiskinan, data BPS menunjukkan persentase penduduk miskin pada 2008 merupakan angka terkecil sejak krisis ekonomi 1997/1998.Namun, pengukuran garis kemiskinan berdasarkan angka USD1 dan USD2, memperlihatkan lonjakan angka kemiskinan yang sangat besar.
Hal ini menandakan bahwa angka kemiskinan di Indonesia sangat sensitif terhadap garis kemiskinan yang menjadi basis. Demikian pula fenomena kemiskinan di Indonesia bercirikan tingginya kelompok masyarakat yang rentan menjadi miskin. Pada sisi lain, masalah kemiskinan nonpendapatan (non-income poverty) lebih serius dibandingkan dengan kemiskinan pendapatan (income poverty).
Melihat kenyataan tersebut, pengendalian tingkat harga dan peningkatan akses masyarakat terhadap infrastruktur dasar,khususnya pendidikan dan kesehatan, menjadi obat mujarabuntuk lebih melindungi kelompok miskin dan rawan miskin.
Pada akhirnya efektivitas stimulus kebijakan fiskal akan sangat tergantung pada tiga elemen, yaitu penekanan lonjakan pengangguran di sektor jasa,pemberian bantuan langsung bagi kelompok miskin,dan perbaikan infrastruktur dasar.
 
                                                                                                                                           
                                                            BAB III
                                                          PENUTUP

·         KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah:
        1. Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak
            2.   Kebijakan fiskal di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan    jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan untuk  mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.

Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih besar. Sedangkan kebijakan campuran adalah merupakan campuran daari dua kebijakan bdiatas yang di lakukan dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.


                                                DAFTAR PUSTAKA

Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2008


1 komentar: